MEA 2015 JIKA BISA BERMITRA, KENAPA HARUS BERSAING?

Share to :
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Jakarta (29/05). Era baru akan segera dimulai. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015) sudah didepan mata. Paradigma masyarakat menganggaap bahwa MEA 2015 merupakan sebuah ancaman. Kekhawatiran ini tidak saja hanya pada Indonesia, namun juga menjadi kekhawatiran negara tetangga. LDII sebagai suatu organisasi mayarakat menawarkan sebuah resolusi. Apakah itu?

MEA merupakan sebuah agenda integrasi ekonomi negara ASEAN dengan tujuan meminimalisasi, bahkan jika mungkin menghilangkan, berbagai hambatan dalam perekonomian lintas kawasan. Namun, sebagian besar masyarakat negara ASEAN menganggap MEA 2015 sebagai sebuah ancaman. Hanya yang kuatlah yang akan bertahan, yang lemah akan tergusur meskipun ditanah mereka sendiri. LDII menyadari paradigma masyarakat yang seperti ini. Maka dalam menghadapi MEA, ormas LDII memberikan resolusi bagaimana supaya negara ASEAN bisa bekerja sama demi kehidupan bersama, yaitu dengan cara bermitra.

Belum lama ini, LDII sukses menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang membahas mengenai kemitraan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam MEA 2015. UMKM merupakan penopang besar kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia, karena UMKM menampung 60 persen dari total jumlah tenaga kerja. Sehingga, UMKM menjadi topik utama dalam FGD. Pertemuan ini menghasilkan terbentuknya panitia Kemitraan UMKM yang akan mempertemukan perwakilan UMKM dan perwakilan duta bangsa dari tiap negara ASEAN, untuk mewujudkan kemitraan.

Langkah selanjutnya, pada Jumat, 29 Mei 2015 bertempat di Pusdiklat Kantor Seknas ASEAN, dilaksanakan rapat koordinasi Setnas ASEAN Indonesia dengan Panitia  Kemitraan UMKM.. Rapat tersebut fokus kepada tema koperasi-UKM menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

 Tantangan bagi Indonesia, juga bagi Negara ASEAN lainnya

Masalah UMKM memang relatif masih sama yaitu akses. Baik akses informasi, modal, teknologi, maupun akses ke pasar. Masalah ini tidak saja hanya ada di Indonesia, namun juga pada beberapa negara ASEAN.

“Memang menarik ketika produk yang terlihat bagus, dengan mudah perusahaan multinasional mengakuisisi dengan uang yang fantastis. Perusahaan raksasa tersebut melihat UMKM di Indonesia punya pasar, produk, program yang bagus, tetapi ketika  sudah mencapai taraf menengah, dicaplok oleh investor luar negeri,” ujar Yuszak M. Yahya sebagai Panitia Kemitraan UMKM.

“Daripada bersaing, mengapa tidak melakukan kemitraan. Setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia. Negara yang memiliki kekurangan sebenarnya bisa saling melengkapi. Untuk melakukan upaya proteksi dengan menerapkan rule of origin. Mereka membutuhkan networking seperti material yang dibutuhkan yang ada di Indonesia,” ujar Prasetyo Sunaryo

Tiga Pilar MEA.

Untuk menyongsong MEA 2015, Ngurah Swajaya sebagai ketua Setnas ASEAN menyarankan memakai kata “menyongsong” daripada “menghadapi”. Pola pikir masyarakat hendaknya berubah bahwa MEA seharusnya dapat dijadikan peluang daripada terlarut dalam kekhawatiran akan ancamannya. Apa yang dicita-citakan dari terlaksananya MEA 2015 sebenarnya dapat menggerus kekhawatiran kita sebagaimana tercantum dalam Tiga Pilar MEA.

Pilar pertama adalah politik dan keamanan (POLKAM). Tujuan dari Pilar POLKAM ini adalah menciptakan stabilitas ASEAN, meskipun dalam 50 tahun terakhir kawasan ASEAN relatif stabil dan kondusif tanpa konflik. “Kalau pun ada konflik seperti konflik soal territorial atau perbatasan di ASEAN maka disepakati penyelesaiannya  diselesaikan secara damai. Ini adalah dimensi inti dari masyarakat ASEAN. Konflik tidak diselesaikan dengan cara-cara penggunaan senjata,” ujar Ngurah Swajaya.

Pilar kedua adalah mengenai ‘Pasar Tunggal dan Basis Produksi’.  Penetapan tarif ekspor-impor nol persen bila produk itu 100 persen dari negara anggota ASEAN bukan diimpor dari luar, kemudian dikemas ulang sebagai produk sendiri. Namun, hal ini belum berlaku terhadap produk yang masih dilindungi dan tidak bisa bebas tarif seperti beras, gula, dan minuman alkohol. “Dengan kawasan ASEAN menjadi basis produksi maka akan mengundang investor dari luar karena ada insentif tarif nol persen kalau mendirikan pabrik dan produknya semua berasal dari negara anggota ASEAN.  Pasar tunggal ASEAN ini volumenya mencapai hampir 3 kali lipat pasar Indonesia. Untuk itu, Indonesia perlu menjadi tuan rumah di ASEAN itu sendiri. Selain itu, mendorong terwujudnya equitable development dengan kata lain pemerataan ekonomi. Ini menjadi tantangan tersendiri,” Ngurah Swajaya memberi penjelasan.

Pilar ketiga adalah bagaimana ASEAN ini bisa terintegrasi dengan perekonomian dunia. Ada kemitraan komprehensif yang melibatkan 6 negara di luar ASEAN yaitu China, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Sehingga dari segi jumlah penduduk merupakan terbesar di dunia dengan perkataan lain pasar yang luas.

Proteksi Terhadap Ketenagakerjaan

Memang ada kekhawatiran soal tenaga kerja, yakni kurang adanya perlindungan terhadap tenaga kerja dan kebebasan tenaga kerja. Menurut Ngurah Swajaya yang dimaksud kebebasan tenaga kerja adalah tenaga kerja terampil yang difasilitasi berdasarkan standarisasi, bukan tenaga keja yang bebas bekerja disemua negara ASEAN.   Tetapi sampai sekarang yang sudah disepakati untuk difasilitasi delapan sektor untuk tenaga kerja terampil.

“Ada delapan bidang tenaga kerja yang bisa difasilitasi bekerja di semua negara anggota ASEAN adalah insinyur, dokter, dokter gigi, akuntan, surveyor, arsitek, tenaga pariwisata, dan perawat. Di luar yang delapan bidang ini, belum ada kemudahan yang diberikan. Untuk kedelapan bidang tenaga kerja ini ada yang dinamakan Mutual Recognition Arrangement atau MRA di mana tenaga kerja yang mau bekerja di negara anggota ASEAN itu misalnya sudah memiliki sertifikasi yang diakui ASEAN. Proses untuk mendapatkan sertifikasi ini masih dalam proses,” jelas ngurah Swajaya.

Sedangkan untuk perlindungan tenaga kerja seperti TKW atau TKI yang menjadi buruh atau pembantu rumah tangga dimintakan untuk mendapat perlindungan seperti hak mendapat akses pendidikan dan kesehatan. ash-Lines Sumbar

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram