Agar Bangsa Indonesia Tetap Eksis, Negara Harus Andil dalam Ketahanan Keluarga

Share to :
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Jakarta (28/2). Keluarga adalah langkah awal membangun sebuah peradaban. Sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, produktif, berkarakter, serta berdaya saing lahir dari keluarga yang berdaya sehingga menciptakan ketahanan bangsa yang baik.

Ini merupakan pembahasan dalam salah satu rangkaian kegiatan jelang Munas IX LDII, webinar yang berjudul ‘Peran Agama Dalam Ketahanan Keluarga di Masa Pandemi’. Webinar ini diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Agama dan Dakwah (PAD) DPP LDII.

Acara itu menghadirkan Endang Maria Astuti angota DPR RI komisi VIII, Amich Al Humami Direktur Agama, Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, KH. Adnan Harahap.

Majelis Ulama Indonesia (MUI), Maya Septiana dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Maria Ulfah Anshor dari Komisioner Komnas Perempuan, Nana Maznah Zubir psikolog dan pemerhati masalah keluarga, serta KH. Aceng Karimullah, Ketua Departemen Pendidikan Agama dan Dakwah DPP LDII.

Ketua Umum DPP LDII, Chriswanto Santoso mengatakan, elemen paling kecil dalam mengawali pembangunan SDM ialah lingkup keluarga. Termasuk mempersiapkan karakter unggul, saat Indonesia menikmati bonus demografi yang disebut pemerintah sebagai Indonesia Emas 2045.

“Banyak kasus sosial yang muncul ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 misalnya kekerasan rumah tangga. Juga terjadinya tindak kriminal bermula dari rumah tangga yang kurang terbina dan tidak memiliki ketahanan yang bagus. Selain itu, kasus-kasus pelemahan ekonomi, kesehatan dan sosial dapat menjadi salah satu pemicu. Karena itu keluarga yang harmonis akan menciptakan ketahanan bangsa yang baik,” ujar Chriswanto.

Terkait hal tersebut, Maya Septiana, Analis Kebijakan Ahli Muda Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mengatakan, penyiapan SDM cerdas, produktif, dan berkarakter mendukung bonus demografi yang dimiliki, “Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat kualitasnya harus ditingkatkan dengan mengembangkan berbagai strategi pengembangan SDM,” ucap Maya.

Menurutnya, mengacu pada arahan Presiden Jokowi kepada Kementerian PPPA, untuk meningkatkan peran perempuan terutama ibu dan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak.

Senada dengan Maya, psikolog pendidikan keluarga menyebut peranan seorang ibu sangat penting. Anak-anak lengkap dengan problematika buah hatinya dihadapi sang ibu selama 24 jam. Terlebih saat pandemi, ibu juga berperan sebagai pengganti ‘guru sekolah’ anak-anak, selain mengurus rumah tangga.

“Sumber emosi dalam keluarga adalah ibu, suasana emosi ibu memiliki efek positif dan negatif pada suasana di rumah. Sangat mempengaruhi kesejahteraan emosional keluarga secara keseluruhan. Ibu yang bahagia akan membuat keluarganya bahagia,” kata Nana.

Karena itu, Nana menambahkan, penting bagi ibu mengatur strategi untuk tetap berhubungan dengan dirinya, berhubungan dengan pasangannya, dan berhubungan dengan anak- anaknya. Menumbuhkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kebaikan dalam diri Ibu untuk keluarga.

“Yang perlu ibu lakukan dengan dirinya sendiri adalah menciptakan pengaturan waktu untuk memperkaya diri. Maksudnya memberikan kesempatan pada diri sendiri untuk mempelajari hal yang diminati di samping mengurus rumah tangga,” ujarnya.

Kedua, hal yang perlu ibu lakukan agar hubungan terjaga dengan pasangan seperti meluangkan waktu bersama pasangan. Seorang ibu harus punya waktu khusus hanya berdua bersama pasangan, sehingga tetap terjalin hubungan yang sehat.

Lalu ketiga, adalah menjaga hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya. Biasanya anak meniru cara orangtua berkomunikasi dan mengikuti karakter orang yang menarik keingintahuannya.

Kekerasan Terhadap Perempuan

Dalam webinar tersebut juga mencuat kekerasan yang dialami perempuan dan anak belum mengalami penurunan dari tahun ke tahun. “Fenomena ini menjadi keprihatinan berbagai pihak,” ujar Anggota DPR dari Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, yang jadi salah satu pembicara pada webinar tersebut.

Misalnya persenntase kenaikan angka kekerasan kepada perempuan yang berdasarkan data Komnas Perlindungan Perempuan banyak disebabkan dari kekerasan seksual dan fisik. Kasus kekerasan domestik itu, menurutnya membutuhkan kehadiran negara.

“Negara juga memiliki peran melindungi anak dan perempuan dari kekerasan melalui kebijakan yang dibuat dalam undang-undang yang harus bisa menjamin hak perlindungan itu, termasuk meratifikasi konvensi internasional terkait kekerasan terdahap perempuan dan anak,” imbuhnya.

Ia mengatakan, pemberdayaan anak dan perempuan tidak mudah karena itu perlu dukungan kuat terutama dari Kementerian PPPA, “Karena anak adalah pertaruhan masa depan bangsa, demikian juga perempuan. Jika perundang-undangan itu kita abaikan, justru akan menjadi anak dan perempuan jadi korban kembali,” kata Endang.

Ketika negara sudah menjamin perlindungan kepada perempuan dan anak, maka selanjutnya keluarga juga perlu bimbingan, arahan, terutama pendidikan agama. “Agar hak anak dapat terlindungi dari masalah seperti kecanduan pornografi, kecanduan gawai, serta pengaruh lingkungan yang buruk,” kata Endang memaparkan.

Upaya perlindungan perempuan dan anak akan menjadi tantangan jika koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih tidak sejalan. Faktor lainnya seperti masih tingginya kemiskinan dan banyaknya tayangan atau tontonan yang tidak ramah anak dan perempuan. Endang menegaskan, jika anak itu melihat maka perlu ada orang dewasa atau orangtua yang mendampingi dan menjelaskan dengan bahasa yang bisa dimengerti anak.

Lalu rendahnya kesiapan menikah, masalah ini didorong dengan tidak adanya pendidikan agama mengenai kehidupan berumahtangga sehingga akan timbul masalah dalam mendidik anak nantinya. Endang berharap, semoga kedepannya perlindungan terhadap anak dan perempuan terus berjalan.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram