BIRRUL WALIDAIN, PILIH ORANG TUA ATAU ISTRI?

Share to :
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Mas Agus (bukan nama sebenarnya) belum lama ini menikah dengan gadis asal Padang yang cantiknya bak bidadari dari kayangan. Namun kecantikannya tidak diimbangi dengan sifat buruknya yaitu pelit. Sejak menikah Mas Agus menyerahkan tugas mengelola keuangan dalam keluarga kepada istrinya. Setiap bulan ia menyetorkan gajinya pada sang istri.


Awalnya memang tidak ada masalah, tapi sebulan berikutnya masalah itu muncul saat Ibunya Mas Agus datang minta uang. Mas Agus yang tidak pegang uang akhirnya minta uang pada istrinya.Tapi apa yang terjadi? Ternyata istrinya tidak mau memberi uang kepada ibu mertuanya. Alasannya, uang belanja tidak akan cukup kalau diberikan kepada ibu mertuanya. “Lha nanti kalau beli kosmetik pakai uang siapa? Belum buat beli perabot rumah tangga? Buat beli susu anak? Buat beli ini itu?”. Begitu alasan yang diutarakan sang istri.

Akhirnya ibu mertua kecewa karena tidak diberi uang oleh menantunya, dan bertekad tidak akan datang ke rumah anaknya selamanya. Masya Allah. Mas Agus yang tahu kalau ibunya tidak dikasih uang hanya diam. Ia bingung, apa yang harus dilakukannya? Membela ibunya sebagai bakti kepada orang tuanya dengan kemungkinan istrinya akan memarahinya atau membetulkan sikap istrinya dengan kemungkinan akan dianggap durhaka oleh ibunya. (sumber : Koran Media Umat : Minggu I Jumadil Ula 1428 H).

Cuplikan kisah diatas sering dan banyak dialami oleh beberapa orang, atau bahkan terjadi pada kita sendiri. Namun menjadi masalah yaitu ketika sebagian di antara mereka atau kita masih bingung, mana yang harus diprioritaskan?.

Suami harus mendahulukan kepentingan Ibunya dari pada Istrinya. Sangat wajar kalau anak laki-laki meski sudah menikah tapi tetap memperhatikan ibu dan bapaknya, bahkan ini adalah kewajiban anak kepada orang tuanya, terutama ibu. Walaupun keadaannya anak telah berkeluarga dan memiliki rumah sendiri, ia tetap berkewajiban untuk berbakti pada orang tua / Birrul Walidain.

Seorang anak harus taat kepada orang tuanya terutama pada ibu yang telah mengandung dan membesarkanya, bukan taat kepada istrinya. Justru istrilah yang harus taat pada suaminya. Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist telah banyak menjelaskan tentang Birrul Walidain, menjelaskan tentang berbakti pada kedua orang tua serta tentang kewajiban taat nya istri pada suami. Di Surat An-nisa dan Al Isra’ menjelaskan :

ﻭَﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻭَﻻَ ﺗُﺸْﺮِﻛُﻮﺍْ ﺑِﻪِ ﺷَﻴْﺌﺎً ﻭَﺑِﺎﻟْﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻦِ ﺇِﺣْﺴَﺎﻧﺎً ﻭَﺑِﺬِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﺍﻟْﻴَﺘَﺎﻣَﻰ ﻭَﺍﻟْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ ﻭَﺍﻟْﺠَﺎﺭِ ﺫِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﺍﻟْﺠَﺎﺭِ ﺍﻟْﺠُﻨُﺐِ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺣِﺐِ ﺑِﺎﻟﺠَﻨﺐِ ﻭَﺍﺑْﻦِ ﺍﻟﺴَّﺒِﻴﻞِ ﻭَﻣَﺎ ﻣَﻠَﻜَﺖْ ﺃَﻳْﻤَﺎﻧُﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻻَ ﻳُﺤِﺐُّ ﻣَﻦ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺨْﺘَﺎﻻً ﻓَﺨُﻮﺭﺍً

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapakmu.” (An-Nisa [4]: 36).

ﻭَﻗَﻀَﻰ ﺭَﺑُّﻚَ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﺇِﻳَّﺎﻩُ ﻭَﺑِﺎﻟْﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻦِ ﺇِﺣْﺴَﺎﻧًﺎ ﺇِﻣَّﺎ ﻳَﺒْﻠُﻐَﻦَّ ﻋِﻨْﺪَﻙَ ﺍﻟْﻜِﺒَﺮَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﺃَﻭْ ﻛِﻠَﺎﻫُﻤَﺎ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻘُﻞْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺃُﻑٍّ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻬَﺮْﻫُﻤَﺎ ﻭَﻗُﻞْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻗَﻮْﻟًﺎ ﻛَﺮِﻳﻤًﺎ . ﻭَﺍﺧْﻔِﺾْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺟَﻨَﺎﺡَ ﺍﻟﺬُّﻝِّ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﺔِ ﻭَﻗُﻞْ ﺭَّﺏِّ ﺍﺭْﺣَﻤْﻬُﻤَﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺭَﺑَّﻴَﺎﻧِﻲ ﺻَﻐِﻴﺮًﺍ . ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ -23 24

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra(17):23). “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Al Isra(17):24).
Al-Quran dan Hadist juga menjawab alasan kenapa seorang anak bagaimanapun kedaannya (Kecuali diperintah maksiat) harus taat pada orang tua.

ﺣَﻤَﻠَﺘْﻪُ ﺃُﻣُّﻪُ ﻛُﺮْﻫًﺎ ﻭَﻭَﺿَﻌَﺘْﻪُ ﻛُﺮْﻫًﺎ ﻭَﺣَﻤْﻠُﻪُ ﻭَﻓِﺼَﺎﻟُﻪُ ﺛَﻠَﺎﺛُﻮﻥَ ﺷَﻬْﺮًﺍ

“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan” (Al-Ahqaf: 15).

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ : ﺟﺎﺀ ﺭﺟﻞ ﺇﻟﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﻣﻦ ﺃﺣﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺤﺴﻦ ﺻﺤﺎﺑﺘﻲ ؟ ﻗﺎﻝ ﺃﻣﻚ ﻗﺎﻝ ﺛﻢ ﻣﻦ ؟ ﻗﺎﻝ ﺛﻢ ﺃﻣﻚ ﻗﺎﻝ ﺛﻢ ﻣﻦ ؟ ﻗﺎﻝ ﺛﻢ ﺃﻣﻚ ﻗﺎﻝ ﺛﻢ ﻣﻦ ؟ ﻗﺎﻝ ﺛﻢ ﺃﺑﻮﻙ .

“Dari Abu Hurairah, ia berkata, seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah SAW, siapa orang yang paling berhak untuk dihormati? Rasulullah SAW menjawab,”Ibumu,” laki-laki tersebut menjawab,”Kemudian siapa?” beliau menjawab,”Ibumu,” laki-laki itu menjawab,”Kemudian siapa? Beliau menjawab,”Ibumu,” laki-laki itu menjawab,”Kemudian siapa?” Rasulullah SAW menjawab,”Bapakmu.” (HR.Bukhari &Muslim).

Berbeda dengan seorang anak perempuan, ketika ia sudah menikah ia diwajibkan taat pada suami tapi harus tetap berbuat baik kepada orang tuanya. Dalam hadist menjelaskan dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Waasallam bersabda:

ﺇِﺫَﺍ ﺻَﻠَﺖِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﺧَﻤْﺴَﻬَﺎ، ﻭَﺻَﺎﻣَﺖْ ﺷَﻬْﺮَﻫَﺎ، ﻭَﺣَﺼَﻨَﺖْ ﻓَﺮْﺟَﻬَﺎ، ﻭَﺃَﻃَﺎﻋَﺖْ ﺑَﻌْﻠَﻬَﺎ، ﺩَﺧَﻠَﺖْ ﻣِﻦْ ﺃَﻱِّ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﺷَﺎﺀَﺕْ

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan” (HR. Ahmad,sohih).

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ .

“Dari Aisyah r.anha, ia berkata, saya berkata kepada Rasulullah SAW,”Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling besar haknya kepada seorang perempuan/istri? Beliau menjawab,”Suaminya.” Aku berkata,”Dan siapakah manusia yang paling berhak terhadap seorang laki-laki/suami? Beliau menjawab,”Ibunya” (HR. Annasai fil kubro,hasan).

Janganlah seorang anak laki-laki mengorbankan orang tua demi istri meskipun ia cantik dan memikat hati. Sebab berbakti kepada orang tua termasuk kewajiban pokok yang oleh Allah SWT. Janagn sampai karana cinta seorang suami pada istri menyebabkan dirinya berdosa karna telah menyia-nyiakan orang tua bahkan sampai durhaka pada orang tua

نعوذ بالله من ذلك

Seorang suami yang bijak seharusnya bisa menuntun istrinya agar sadar dan mengerti bahwa seorang laki-laki meskipun sudah menikah, tapi tetap berkewajiban untuk berbakti pada orang tua. Istri yang baik tidak akan melarang suaminya berbuat baik kepada orang tuanya. Seyogyanya, seorang istri membantu suaminya dengan cara memberi dorongan dan peluang kepadanya untuk berbuat baik kepada orang tuanya. Dengan demikian,  seorang istri akan mendapat pahala kebaikan pula. Sebaliknya, jika istri menghalang-halangi suami berniat baik, maka ia akan mendapat dosa.
Semoga Manfaat..(fka)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram