Gelar Webinar, LDII Komitmen Bantu Jaga Ketahanan Pangan

Share to :
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Jakarta (22/3) – Pangan merupakan kebutuhan vital bagi keberlangsungan bangsa. Kebutuhan pangan berkelanjutan sangat diperlukan, terlebih saat pandemi Covid-19. LDII telah berkomitmen membantu menjaga ketahanan pangan. 

Pada Sabtu (20/3/21), dalam webinar bertajuk “Ketahanan Pangan Berkelanjutan pada Era Pandemi”, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, menyampaikan hal tersebut. Acara secara daring tersebut digelar oleh DPP LDII jelang Munas ke-9 LDII dan diikuti oleh jajaran pengurus DPP, DPW dan DPD LDII se-Indonesia. 

Narasumber webinar tersebut ada 4 diantaranya, Andriko Noto Susanto, Plt. Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Apik Karyana, Plt. Staf Ahli Bidang Pangan dan Energi Kementerian Lingkungan Hidup, Tisna Umaran, Kepala Dinas Pertanian Kab. Bandung dan Rubiyo, Peneliti Ahli Utama, BBP2TP, Kementerian Pertanian dengan moderator Sudarsono, Guru Besar IPB yang juga salah satu Ketua DPP LDII. 

“Pangan merupakan kebutuhan penting untuk menjadikan Indonesia stabil. Apalagi tidak semua provinsi di Indonesia memiliki potensi ketahanan pangan secara merata,” ujar Chriswanto saat membuka pelaksanaan webinar. 

LDII perlu program dan strategi dalam aspek diversifikasi dan ketahanan pangan berkelanjutan  untuk mengimplementasikan sumbangsih kepada bangsa Indonesia.

Kunci Menjaga Ketahanan Pangan ialah Sinergi Antar Lembaga Masyarakat

Dalam webinar tersebut Andriko Noto Susanto, mengungkapkan bahwa sinergi antar lembaga masyarakat penting dalam menjaga ketahanan pangan pada era new normal. 

Pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari satu tahun, sehingga berpotensi berpengaruh terhadap ketahanan pangan di Indonesia. “Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, orang tidak dapat bekerja dan mengalami PHK, sehingga harus bergantung pada bantuan pangan,” ujarnya. 

UU No. 18 tahun 2012 tentang Sistem Pangan Nasional mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar menusia secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan pada kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional. 

“Menghadapi tantangan dan dampak pandemi Covid-19, Kementerian Pertanian mempunyai kebijakan meningkatkan produktivitas pangan pokok, memperlancar distribusi pangan, mempermudah akses transportasi, menjaga stabilitas harga serta mengembangkan stok penyangga (buffer stock), dan mengintervensi pasar. Target dari kebijakan tersebut adalah ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani,” jelas Andriko. 

Penyediaan pangan bukan hanya tugas dari Kementerian Pertanian saja, namun harus terjadi sinergi antara semua lembaga yang ada di masyarakat.

Hasilkan Produk Pangan dengan Model Pertanian Berkelanjutan

Sementara itu, Rubiyo menegaskan bahwa berbicara pangan berarti memastikan satu-per-satu penduduk Indonesia tidak kelaparan. “Bagaimana program kemandirian pangan, kedaulatan pangan, keamanan pangan nasional, dan ketahanan pangan nasional dilaksanakan dengan baik, merupakan pertanyaan yang harus dijawab semua pemangku kepentingan” ungkapnya. 

Peningkatan produksi pangan dapat dimulai dengan melakukan optimalisasi lahan pertanian. “Perlu dibuat model pertanian berkelanjutan yang tepat guna dan ekonomis, sebab selain untuk menghasilkan produk pangan dalam jangka panjang juga dapat menghasilkan produk pangan dalam jangka pendek secara berkelanjutan,” urainya. 

Pandemi Covid-19 berdampak pada kapasitas dan produktivitas produk pertanian, produksi pangan, dan akses pemasaran. “Sehingga dapat memberikan dampak pada sektor ekonomi, pengangguran, daya beli, akses terhadap pangan, kemiskinan dan malnutrisi,” ujarnya. 

Indonesia perlu tetap meningkatkan produksi, meningkatkan aneka produk dan kualitas produk pertanian, menjaga dari fluktuasi harga (stabil), memastikan kelancaran distribusi antar pulau, antar provinsi dan perlunya mengantisipasi kekeringan. 

“Sinergi pangan dan energi berdasarkan keunggulan dan potensi strategis masing-masing wilayah dapat menjadi jawaban menghadapi tantangan tersebut,” ungkapnya. 

Praktiknya, membangun ketahanan pangan dapat dimulai dari aspek pangan mandiri. “Aksinya dapat dimulai dari program pertanian masuk sekolah, pertanian pesantren, dan penguatan lumbung pangan masyarakat,” jelasnya. 

Secara sederhana, ketahanan pangan dapat dibangun dari rumah, melalui teknologi vertikultur (budidaya tanaman secara vertical), sistem pot, dan budidaya sayuran di lahan sempit. 

Atasi Penyusutan Ketersediaan Lahan dengan Pemanfaatan Hutan Sosial

Dari sisi lingkungan, Apik Karyana mengatakan bahwa untuk mengatasi penyusutan ketersediaan lahan, kawasan hutan sosial dapat dimanfaatkan untuk produksi pangan. “Hutan dapat dijadikan lumbung pangan, contohnya panen hasil hutan non-kayu seperti madu dan menjadikan sela-sela hutan sebagai lahan produksi pangan,” ungkapnya. 

Dalam 10 tahun terakhir, kawasan hutan peruntukkannya lebih banyak ke sektor swasta (korporasi atau perusahaan), sedangkan akses masyarakat itu sendiri hanya sebesar 4,14 persen dibanding swasta yang memiliki akses  lebih dari 95 persen. Dengan kebijakan pemerintah, hal ini mulai dirubah dan hasilnya terlihat dari data tahun 2021 akses masyarakat telah meningkat menjadi 18.6 persen. Idealnya, ke depan masyarakat dapat mengelola sebesar 30 persen kawasan hutan melalui pola kemitraan.

“Kebijakan yang memberikan porsi lebih besar kawasan hutan kepada masyarakat inilah yang disebut Perhutanan Sosial,” kata Apik. 

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa hutan sosial diberikan untuk pemerataan ekonomi dan reformasi agraria. Pola perhutanan sosial diberikan dalam lima skema, hutan adat, hutan kemasyarakatan, hutan nagari, hutan tanaman rakyat, dan kemitraan. Dalam bentuk hak pengelolaan kurang lebih tiga puluh tahun dan bisa diperpanjang hingga tujuh puluh tahun. Dengan pemberian hak pengelolanini masyarakat mendapat kepastian hukum dalam memanfaatkan kawasan hutan. 

Apik mendefinisikan perhutanan sosial sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya. Diatur dalam regulasi Peraturan Menteri KLHK No. 83 yang telah diubah menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja, sehingga mudah dalam perizinannya.

“Akses legal diberikan langsung dari Menteri LHK dengan nama “persetujuan” sebagai pembeda dari pemberian akses kepada sektor swasta. Dan perhutanan sosial ini bukan sebagai hak kepemilikan lahan, namun hanya sebatas akses kelola, tidak bisa dialihfungsi, bisa mendapat dana desa dan beberapa kemudahan lainnyasebagainya,” kata Apik.

Perhutanan sosial digadang mendukung pengembangan sistem pangan nasional. Targetnya adalah pengurangan kemiskinan, pengangguran, konflik sosial, serta pengelolaan hutan lestari. 

“Masyarakat bisa melakukan kegiatan agro-forestry dengan memperhatikan kearifan lokal. Dari kementerian hanya memberikan pola kemitraan, akses modal, akses pasar, dan off taker agar memenuhi target tersebut,” jelas Apik.

Realisasi capaian perhutanan sosial hingga 18 Maret 2021 mencapai 6.899 unit SK hak pengelolaan lahan. Yang terpenting, setelah mendapat SK harus mendatangkan hasil atau kemanfaatan dan produktivitas. 

KLHK juga meminta konvergensi lintas kementerian dan lembaga untuk bersinergi dalam pelaksanaan program ini, terutama membantu mereka yang lemah dari segala aspek, “Ujungnya agar kelompok tani menjadi sejahtera,” ujar Apik.

Kerjasama dengan Petani Produsen, Tanggulangi Gangguan Sistem Logistik Pangan

Senada dengan Apik, Tisna Umaran mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan terganggunya logistik pangan karena keterbatasan aktivitas. 

“Pandemi Covid-19 memberikan dampak pada terganggunya sistem logistik pangan karena keterbatasan aktivitas dan terganggunya rantai pasok. Dampak lanjutannya di satu sisi menyebabkan masyarakat kehilangan akses dan di sisi lain akibat turunnya permintaan berdampak pada menurunnya harga komoditas pertanian saat terjadi panen sebagai akibat berkurangnya kegiatan masyarakat,” ujar Tisna. 

Menanggulangi permasalahan yang terjadi, Dinas Pertanian Kab. Bandung melaksanakan kegiatan. Gelar Produk Pertanian dan penjualan paket sayuran dengan harga Rp15.000-20.000 per paket bekerjasama dengan PKK, dharma wanita dan petani produsen. 

Program lainnya berupa pemberian bantuan dua ribu paket sayuran dibagikan pada enam kecamatan yang terdampak Covid-19. Pembuatan kesepakatan bersama dengan TaniHub tentang pengembangan ekosistem usaha berbasis pertanian. Memfasilitasi petani dan konsumen melalui pengembangan media layanan pemasaran secara online. Proyek korporasi hortikultura bertempat di Ponpes Al Ittifaq, Kec. Rancabali dikembangkan sebagai pelopor santri beragribisnis. 

“Proyek korporasi kopi untuk menaikkan kelas kopi di Kab. Bandung, Petani milenial, Agro Edu Wisata merupakan contoh lain. Padat karya penanaman kopi, padat karya pembangunan kandang komunal, dan pengembangan teknologi complete feed block, sebagai inovasi pakan ternak terbaru bergizi tinggi yang dapat disimpan lama tanpa harus sering menyabit rumput,” tutupnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram