Ketum DPP LDII: Narkoba Bisa Membuat Bonus Demografi Jadi Pepesan Kosong

Share to :
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Jakarta (25/6). Selain merusak level individu, penyalahgunaan narkoba dan psikotropika juga bisa merusak sebuah bangsa. Bila pemerintah menggaungkan bonus demografi pada 2030, di mana jumlah usia produktif sangat besar. Impian itu bisa musnah bila milenial saat ini terpapar narkoba dan zat psikotropika.

“Inilah pentingnya kesadaran kolektif untuk mencegah dan memerangi penyalahgunaan narkoba dan psikotropika. Sebab, cita-cita mengenai masa depan Indonesia yang maju sejahtera pada 2030 bisa buyar hanya karena narkoba,” ujar Ketua DPP LDII KH Chriswanto Santoso.

KH Chriswanto Santoso mendukung Hari Anti Narkotika Internasional (HANI), yang diperingati setiap tahun pada 26 Juni. Menurutnya, tema HANI 2021 adalah War On Drugs atau perang melawan narkoba di masa pandemi Covid-19 menuju Indonesia Bersih Narkoba (BERSINAR), harus didukung semua pihak.

“Tema itu sudah tepat, penyalahgunaan narkoba dan psikotropika sudah jadi kejahatan ekstraordinasi atau luar biasa, bahkan kejahatan kemanusiaan. Indonesia bukan lagi jalur narkoba, sudah jadi pasar narkoba. Ini harus diperangi,” ujarnya.

Ada alasan yang sangat kuat, selain dari sisi agama dan moralitas dalam memerangi penyalahgunan narkoba. Ia menegaskan, semua elemen masyarakat termasuk ormas-ormas Islam, sedang menyiapkan kader-kader bangsa, “Kami di LDII membangun generasi profesional religius dengan program Tri Sukses, yakni generasi alim-faqih, berakhlak mulia, dan mandiri,” imbuhnya.

Kader-kader bangsa itu, menurutnya akan berpartisipasi dalam membangun Indonesia Emas pada 2030. Bila generasi muda saat ini, rusak oleh narkoba dan psikotropika, bisa dibayangkan generasi seperti apa yang didapatkan Indonesia pada masa mendatang.

“Bahwa Indonesia Emas akan mewujudkan Indonesia yang maju, adil, sejahtera, dan makmur hanya jadi pepesan kosong bila generasi saat ini terkena obat-obatan terlarang,” ujarnya.

Menurutnya, narkotika, psikotropika, dan zat aditif (NAPZA) sudah menjadi fenomena global dan merupakan ancaman kemanusiaan (human threat) bagi warga pada tingkat lokal, nasional, regional, dan global. “Indonesia tidak terkecuali, juga menghadapi ancaman serius terutama dari segi prevalensi pengguna yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,” imbuhnya.

Peningkatan peredaran dan pengguna, menurutnya juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi, “Dengan internet, komunikasi antara pengguna, pengedar, dan pemasok dapat dengan mudah dilangsungkan, kapanpun dan di manapun,” tutur KH Chriswanto Santoso.

Menurutnya, perdagangan narkoba sudah berbentuk jaringan berskala besar dengan kekuatan organisasi, modal, kapasitas perdagangan yang bersifat transnasional. Internet dan sistem kerja yang kian berjejaring besar itu, menjadikan narkoba ancaman yang kompleks terhadap kemanusiaan.

Pemerintah telah bertindak tegas dengan menghukum mati bandar-bandar narkoba internasional di Indonesia. Tapi, bila tiap keluarga tidak memiliki pengetahuan dan ketahanan, pemberantasan narkoba juga berat. Untuk itu, ia meminta para orangtua dan siapapun untuk selalu mendidik, membina, dan menjaga generasi muda dari ancaman narkoba dan psikotropika lainnya.

Dalam upaya mencegah penggunaan narkoba, LDII melarang warganya merokok, “Jumlah remaja perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Masalahnya, merokok bukan hanya merusak kesehatan, tetapi merokok juga memuluskan jalan menggunakan narkoba. Boleh dikata, merokok adalah pintu menuju narkoba,” kata Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat DPP LDII dr. H. Muslim Tadjuddin Chalid, Sp. An-KAKV.

Menurut Penasehat Forum Komunikasi Kesehatan Islam (FKKI) itu, nikotin dari tembakau memicu pelepasan dopamin yang membuat sesorang merasa bahagia. “Saat efek dopamin menurun, perokok dikhawatirkan akan berpindah ke narkoba yang juga bersifat adiksi. Mereka akan menemukan sensasi yang lebih kuat dibanding merokok. Inilah yang kerap mengantar orang menggunakan narkoba,” paparnya.

Ia mengingatkan, narkoba dan psikotropika hanyalah kesenangan sesaat, bahaya bagi diri sendiri dan merugikan orang lain jauh lebih besar. Pecandu bisa mengalami sakit jiwa, bahkan kematian. Belum lagi tindak kriminal akibat kecanduan narkoba sangat merugikan orang lain.

M. Ari Sultoni, Ketua DPW LDII Provinsi Sumatera Barat mengemukakan persoalan narkotika bukan saja persoalan lokal, namun persoalan global.

“Berdasarkan statistik perkara pidana di Pengadilan Negeri Padang, dari 984 perkara pidana (pelakunya orang dewasa) sepanjang tahun 2020, 373 perkara atau sekitar 38% adalah perkara narkotika. Yang lebih miris lagi pada tahun 2021 belum genap 6 bulan (1 semester), sampai saat ini dari 563 perkara pidana, 236 atau 41,9% di antaranya adalah perkara Narkotika. dari sisi jumlah perkara maupun persentase bertambah dari tahun sebelumnya. Tidak terkecuali perkara anak berhadapan dengan hukum, dalam kurun 5 tahun terakhir tercatat 35 perkara pidana anak dengan kualifikasi narkotika. Ingat yang kami sajikan adalah perkara yang sampai ke Pengadilan Negeri Padang, belum termasuk para pengguna narkotika yang belum berurusan dengan aparat penegak hukum yang sangat mungkin ada di sekitar kita bahkan keluarga sanak famili kita”, ungkap Sultoni, yang juga Panitera Muda Hukum (Humas) Pengadilan Negeri Padang.

Menurutnya, narkoba merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena menjadi salah satu senjata proxy war untuk melumpuhkan kekuatan bangsa. Narkoba menyasar semua kalangan masyarakat, dan peredarannya bisa melibatkan banyak profesi, mulai dari petani hingga pesohor bahkan para artis dan publik figur. Apalagi, daya rusak narkoba lebih besar daripada tindak pidana korupsi maupun terorisme. Untuk itu, ancaman narkoba harus ditangani secara intensif dengan mengoptimalkan seluruh komponen, terutama unsur pemerintah dan lembaga negara.

“Meskipun nash (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam tidak menyebut narkoba secara eksplisit akan tetapi nash mengatur secara jelas dan tegas prinsip-prinsip dasar yang dapat dijadikun acuan dalam menemukan dalil pendukung berkaitan dengan permasalahan narkoba. Dalam kajian ushul fiqh, bila sesuatu belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan memalui metode qiyas. Secara etimologi, khamr berasal dari kata khamara yang artinya adalah penutup dan menutupi. Maksud penutup adalah bahwa khamr dapat menutup akal fikiran dan logika seseorang bagi yang meminumnya atau mengkonsumsinya. Para ulama sepakat bahwa narkotika termasuk qiyas dari khamr yang Allah Subhanahu wata’ala haramkan berdasarkan surat Al Maidah ayat 90.” ujar Sultoni.

Jangan sampai pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia menyebabkan kurang kewaspadaan kita terhadap bahaya narkotika yang bisa saja merenggut kebahagiaan keluarga serta masyarakat di lingkungan kita, pungkasnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram