LDII Selenggarakan Pelatihan TPPK, Wujudkan Lingkungan Pendidikan Aman dan Menyenangkan

Share to :
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Kediri (1/6) – Pelatihan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) sebagai bentuk komitmen dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan di sekolah dan pesantren. Kegiatan ini berlangsung di Pondok Pesantren Wali Barokah, Kediri, pada Sabtu (24/5)

Acara ini diikuti secara hibrid oleh para pendidik, pengelola pesantren, serta perwakilan lembaga pendidikan di bawah naungan LDII. Sebanyak 290 lembaga pendidikan dari jenjang TK hingga SMA yang berada di seluruh Indonesia telah mengikuti pelatihan ini secara daring.

Dalam sambutannya, Ketua DPP LDII Rubiyo menekankan pentingnya menciptakan ruang yang mendukung tumbuh kembang siswa dan santri. “LDII berupaya membangun sekolah yang aman, nyaman, dan menyenangkan melalui pengembangan dan penerapan 29 karakter luhur,” ujar Rubiyo.

Dijelaskannya pula bahwa pelatihan tersebut merupakan wujud dukungan LDII terhadap kebijakan pemerintah, khususnya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan. “Regulasi ini mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan, dari jenjang PAUD hingga pendidikan menengah, wajib membentuk TPPK. Program perintisan sekolah aman, nyaman, dan menyenangkan (SANM) kami selaraskan sepenuhnya dengan kebijakan ini, demi menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan, baik fisik maupun psikologis,” jelas peneliti dari BRIN tersebut.

Ditekankan juga oleh Rubiyo bahwa penguatan pendidikan karakter merupakan bagian penting dari pencegahan kekerasan. Pelibatan semua elemen seperti guru, siswa, orang tua, dan masyarakat dinilai sangat diperlukan demi mewujudkan lingkungan yang ramah anak.

Sementara itu, Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, menyatakan bahwa pihaknya terus mendorong terwujudnya pendidikan bermutu untuk semua. Upaya ini disebutnya sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Disampaikan oleh Rusprita bahwa tingkat kekerasan di lingkungan pendidikan masih memprihatinkan. “Berdasarkan data Asesmen Nasional tahun 2022, satu dari tiga anak di Indonesia masih berpotensi mengalami kekerasan seksual dan perundungan, serta satu dari empat anak berisiko mendapat hukuman fisik,” ungkapnya.

Selain itu, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat lebih dari 2.000 kasus kekerasan seksual terhadap anak sepanjang tahun 2024, yang dihimpun melalui SIMFONI PPA.

“Kekerasan seperti ini meninggalkan dampak psikologis jangka panjang dan mengganggu proses belajar murid. Karena itu, Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 menekankan pembentukan TPPK di setiap satuan pendidikan,” jelas Rusprita.

Dalam regulasi tersebut, keterlibatan aktif pemangku kepentingan daerah dan warga satuan pendidikan juga turut didorong melalui pembentukan Satgas dan tim TPPK. “Langkah LDII sangat strategis dalam mendukung upaya ini. Pelatihan TPPK menjadi bagian dari komitmen bersama mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan,” tambahnya.

Rusprita juga memaparkan tiga aspek utama dalam mewujudkan lingkungan pendidikan yang ideal. Pertama, Aspek Aman, mencakup perlindungan dari kekerasan, kesiapsiagaan terhadap bencana, keamanan digital, serta kebersihan dan kesehatan lingkungan.

Kedua adalah Aspek Nyaman, yang menurutnya mendukung perkembangan kognitif, afektif, psikomotorik, dan sosial peserta didik. “Ketika murid merasa nyaman, motivasi belajar meningkat, partisipasi aktif tumbuh, dan potensi diri berkembang optimal,” ujarnya.

Ketiga, Aspek Menyenangkan, yang menekankan ruang belajar yang menggembirakan, memberikan ruang bagi siswa untuk bermain, berkarya, dan mengembangkan bakat serta minat. “Kami mengapresiasi LDII yang telah menginisiasi pelatihan TPPK. Untuk mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan, dibutuhkan peran aktif dari semua pihak,” tegasnya.

Penanganan kekerasan di satuan pendidikan juga dibahas dari aspek kesehatan mental oleh Dokter Spesialis Kejiwaan dari RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya, Riko Lazuardi. Ia menyatakan pentingnya kesigapan dalam menangani dampak psikologis, terutama kekerasan seksual dan perundungan.

“Anak-anak yang menjadi korban mungkin belum memahami bahwa mereka mengalami kekerasan, namun menyadari bahwa perlakuan tersebut tidak menyenangkan,” jelas Riko. Gejala seperti mimpi buruk, gangguan kepercayaan, dan potensi menjadi pelaku kekerasan di masa depan disebutnya sebagai bentuk pelampiasan psikologis.

Disampaikan pula bahwa pengamat kejadian kekerasan juga perlu diperhatikan. “Mereka bisa merasa terancam menjadi korban berikutnya, mengalami kecemasan, gangguan konsentrasi, dan berpikir tidak logis,” lanjutnya.

Pentingnya penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penanganan kekerasan turut disampaikan. Riko mengingatkan beberapa tanda bahaya yang patut diwaspadai seperti melukai diri, percobaan bunuh diri, penelantaran diri, dan membahayakan orang lain. “Seringkali mereka tahu bahwa bunuh diri itu dosa, tapi mereka mengungkapkan keinginan itu kepada kita sebagai bentuk permintaan tolong,” terangnya.

Penanganan krisis harus diawali dengan intervensi yang mengutamakan keamanan korban, mendengarkan secara empatik, serta memberi normalisasi terhadap perasaan korban. “Kita harus memastikan korban merasa tidak bersalah atas apa yang dialaminya,” katanya.

Langkah awal penanganan, menurut Riko, meliputi penilaian awal, pengumpulan data, dan analisis tingkat dampak. “Saat ada laporan, tanggapi dengan serius dan penuh empati, serta syukuri keberanian korban untuk menceritakan,” tegasnya.

Disampaikannya pula bahwa generasi Z memiliki kesadaran lebih tinggi terhadap kesehatan mental. Oleh karena itu, satuan pendidikan tidak perlu ragu untuk merujuk siswa ke tenaga profesional. “Institusi pendidikan harus transparan dalam menangani kasus kekerasan. Jangan ditutupi, aturan harus ditegakkan dan pelanggaran harus ditindak,” tegasnya.

Pelatihan ini turut dihadiri oleh Ketua Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri KH Sunarto, Kepala UPT TIKP Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Mustakim, Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat DPP LDII H. Muslim Tadjuddin Chalid, serta Ketua DPW LDII Jawa Timur H. Amrozi Konawi.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram