QURBAN SEBAGAI BUKTI KECINTAAN HAMBA KEPADA ALLOH

Share to :
Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Penulis: Ust. H. Yulianto Nugroho

Idul fitri telah berlalu, tinggal hitungan hari lagi kita akan menjumpai hari besar umat islam yaitu Idul Adha. Semoga Allah tetap memberikan kita kesempatan untuk menjumpai idul adha tahun ini dan melaksanakan qurban. Sebelum hari besar itu tiba, marilah kita segarkan kembali ingatan mengenai ilmu seputar qurban.

Sekilas kisah sejarah qurban

Sudah jadi sifat dan pembawaan manusia untuk mencintai sesuatu yang menyenangkan hatinya baik itu harta benda yang berlimpah, anak-anak yang baik maupun istri-istri yang sholihat. Sesuai dengan firman Alloh SWT:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (14)

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (Q.S Ali Imron: 14)

Lain halnya dengan nabi Ibrohim, manusia pilihan, kekasih Alloh yang kecintaannya pada Alloh telah diuji. Cintanya pada Alloh melebihi kecintaannya pada harta tak terhingganya yaitu anak yang telah lama dinantikannya.

Nabi Ismail adalah anak nabi Ibrahim, anak yang telah lama dipinta, anak yang selalu disebut dalam doa. Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remaja, nabi Ibrohim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Mimpi bagi seorang nabi adalah salah satu dari cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian maha berat yang harus hadapi. Bagaimana bisa ia merenggut nyawa anaknya dengan tangannya sendiri, tangan yang telah berpuluh tahun menengadah meminta kehadiran Ismail. Bagaimana mungkin dia tega untuk mengorbankan anaknya yang telah dirawat dengan penuh kasih hingga remaja, telah mencapai usia di mana jasa-jasa seorang anak sudah dapat dimanfaatkan oleh orang tua, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyambung kelangsungan keturunannya.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (Q.S Ashofat:102)

Ibrohim  sebagai seorang Nabi, utusan Allah dan pembawa agama yang menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu. Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun  itulah hakikkat dari sebuah keimanan yang bisa mencapai manisnya iman seperti apa yang disabdakan oleh Rosululoh SAW:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ. رواه البخاري

Artinya :  dari [Anas bin Malik] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke dalam api ” (HR.Bukhori)

Keutamaan qurban

Ujian yang sangat berat seperti itu telah dialami oleh nabi Ibrohim dan beliau berhasil membuktikan bahwa cintanya kepada Alloh lebih besar dari pada cintanya kepada anak, istri, harta dan segalanya. Inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari Raya Aidil Adha di seluruh pelosok dunia seperti  yang telah diceritakan dalam hadits riwayat ibnu majah berikut:

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ  . رواه ابن ماجة

Artinya : dari [Zaid bin Arqam] dia berkata, “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan shuf ( bulu-bulu yang halus ) wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Dari setiap rambut dari shuf (bulu-bulu yang halus) terdapat satu kebaikan.” (HR.Ibnu Majah)

            Tidak bisa kita bayangkan seandainya kita yang diuji oleh Alloh seperti Nabi Ibrohim yang diperintah untuk menyembelih anaknya sendiri. Alhamdulilah kita sebagai umat Nabi Muhammad hanya diperintahkan untuk menyembelih binatang qurban yang memenuhi syarat. Dari artikel yang singkat ini penulis mengajak marilah kita laksanakan sunah qurban dengan keikhlasan hati  untuk membuktikan bahwa cinta kita pada Alloh lebih besar dari pada cinta kita dengan yang lain. Bukan daging qurban yang kita inginkan dan juga bukan pujian orang lain yang kita harapkan tapi semata-mata ikhlas lilahi ta’ala .

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram